Adimas Pircoco - Sahabat Adimas pirococo, Setiap memperingati hari kemerdekaan, masyarakat memiliki cara
tersendiri melalui perkumpulan organisasi kepemudaan di kampung, di desa dan di
kota-kota, melalui Rukun Tetangga, Rukun Warga, atau bahkan sampai pemerintahan
tingkat desa dan kelurahan menggelar berbagai perlombaan. Dari lomba sepak bola
antar kampung (Tarkam), lomba bola voly, lomba lari karung, tarik tambang
sampai lomba-lomba yang cukup serius lomba main catur, atau permainan kartu
beregu.
Anak-anak tidak usah khawatir, bukan
hanya dilibatkan sebagai pelengkap kegembiraan orang-orang tua, tetapi
disediakan juga lomba untuk anak-anak, lomba makan kerupuk, lomba gigit uang
logam, lomba jalan cepat dengan menggigit sendok yang ada kelerengnya, lomba
bola kaki, bahkan juga ada lomba lari karung dan tarik tambang anak-anak.
Setiap warga tidak pernah menolak bila
dimintai sumbangan untuk pembiayaan berbagai perlombaan dan membersihkan
lingkungan kampung, desa dan kota dengan berbagai hiasan semarak Hari Ulang
Tahun Kemerdekaan yang dikumpulkan oleh panitia yang biasanya dibentuk secara
dadakan.
Bukan soal hadiah yang bakal diterima
di malam resepsi Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Negara Republik Indonesia, yang
biasanya diserahkan dalam suasana meriahnya orkes dangdut, musik asli
Indonesia. Akan tetapi, kebanyakan masyarakat, ibu-ibu, bapak-bapak dan
anak-anak berpartisipasi dalam setiap perlombaan sebagai bentuk mensyukuri
kemerdekaan atas berkat rahmat Allah, juga sebagai ungkapan bagaimana masyarakat
kecil di kampung, di desa dan di kota-kota mencintai bangsanya, ”Cinta
Indonesia”.
***
Kini Enam puluh lima tahun Indonesia
merdeka. Hari kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 2010 diperingati dalam suasana
masyarakat muslim Indonesia menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Mungkin sulit
bagi kita menemukan berbagai perlombaan yang setiap tahun diperlombakan di
kampung, di desa dan di kota-kota. Sulit pula bagi kita menyaksikan perlombaan
panjat pohon pinang dengan berbagai hadiah yang menggiurkan.
Kita memerlukan suasana riuh-rendah,
tepuk sorak-sorai kemeriahan di setiap peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan
Negara Republik Indonesia. Kali ini, suasana keheningan, kekhusukan bulan suci
Ramadhan yang sangat spritual bagi umat Islam dalam peringatan kemerdekaan negara
Indonesia, mudah-mudahan mampu memberi makna yang lebih mendalam bagaimana
mencintai bangsa, ”Cinta Indonesia” yang sesungguhnya.
Masing-masing warga bangsa Indonesia
mempunyai cara sendiri-sendiri bagaimana mencintai bangsanya, ”Cinta
Indonesia”. Bagi warga bangsa Indonesia, nasionalisme ditempatkan di dalam hati
nurani masing-masing. Lantas, apakah nasionalisme serta nation state warga bangsa Indonesia di era
globalisasi akan tergerus oleh akan datangnya the end of nation state, sebagaimana yang dibayangkanKenichi Ohmae, suatu negara tanpa tapal batas, the borderless state, akan semakin banyak munculnya manusia
kosmopolitan yang merasa bahwa seluruh dunia ini tanah airnya.
Tidak cukup banyak indikasi yang
mendukung sinyalemen berakhirnya negara-bangsa, Keterikatan pada kampung
halaman, pada homeland atau pada tanah air,
menurut Safroedin Bahar, merupakan suatu
kebutuhan rohaniah. Meskipun demikian, banyak pula warga bangsa Indonesia
membayangkan Indonesia dan memperbandingkan kemajuan sosial, budaya, ekonomi,
politik, demokrasi negara maju di Eropa dan terutama Amerika Serikat menjadi
cita-cita suatu capaian kemajuan di Indonesia.
Kemajuan demokrasi di Indonesia layak
disyukuri oleh setiap warga bangsa Indonesia. kita telah berhasil membangun
budaya demokrasi yang baik, melalui suatu pemilihan yang bebas dan pemberian
suara yang rahasia sebagai perlambang demokrasi. Akan tetapi, demokrasi bagi Nurcholish Madjid, tidak ’bersemayam’ dalam
pemilu-pemilu. Jika demokrasi –sebagaimana dipahami di negeri maju—harus punya
’rumah’, maka rumahnya adalah ”masyarakat madani” (civil society).
Boleh saja kita menerima hal-hal yang
baik, modern dan maju dari pemerintahan yang demokratis seperti negara Amerika
Serikat, akan tetapi jangan bandingkan Indonesia yang baru merdeka enam puluh
lima tahun dengan Amerika Serikat yang merdeka telah dua ratus tahun lebih
lamanya. Jangan bandingkan Amerika Serikat yang memiliki Presiden sudah 44
orang banyaknya dengan Presiden Indonesia yang enam orang jumlahnya.
Amerika Serikat pada saat mencapai
kemerdekaan sekitar enam puluh lima tahun lamanya, dipimpin oleh seorang
Presiden yang bernama Martin Van Buren (1837-1841), adalah
presiden Amerika Serikat yang wajib dilupakan oleh sejarahnya. Pada masa
jabatannya, Van Buren yang menyebabkan terjadinya krisis ekonomi akibat dari
kemudahan Bank-Bank memberi kredit secara serampangan tanpa regulasi pusat.
Gaya hidupnya yang serba mewah dianggap sebagai kambing hitam terjadinya awal
krisi ekonomi oleh lawan-lawan politiknya.
Di Tahun (1841-1845), ketika Amerika
Serikat genap enam puluh lima tahun merdeka William
Henry Harrison menjadi Presiden Amerika Serikat ke-9. Majalah Times menyebut William Henry Harrisondengan, ”Kita Tidak Tahu Kamu”.
Harrison adalah Presiden Amerika Serikat yang mempunyai masa jabatan terpendek
yaitu hanya 30 hari. Penyakit radang paru-paru (Pneumonia) yang menyebabkan
kematian Harrison di kantornya. Prestasi penting Harrison adalah mampu
berpidato dalam posisi berdiri selama hampir dua jam, suatu rekor yang belum
ada tandingannya.
John Tyler mengantikan posisi Harrison dan menjabat sebagai Presiden Amerika
Serikat ke-10 (1841-1845). Tyler adalah presiden yang sangat tidak populer
selama masa kepresidenannya. Salah satu anggota kabinetnya mengundurkan diri
sebagai bentuk protes ketika ia menyetop rancangan undang-undang mendirikan
bank nasional. Tak lama kemudian, ia dikeluarkan dari partainya sendiri dan
Dewan Perwakilan Rakyat berusaha untuk mengeluarkan tuduhan impeachment terhadap dirinya. Tyler tidak mampu
merebut kembali nominasi presiden pada tahun 1845 dan meninggalkan dukungan
gerakan konfederasi yang baru lahir. Dia meninggal di gedung DPR konfederasi.
***
Setiap warga bangsa
Indonesia tidak menghendaki enam puluh lima tahun Indonesia merdeka seperti
situasi sosial, politik dan ekonomi Amerika Serikat ketika mencapai enam puluh
lima tahun kemerdekaannya. Warga bangsa Indonesia mempunyai demokrasi sendiri dalam
menata dan memperjuangkan cita-cita kemerdekaan 17 Agustus 1945. Suatu cita-cita dan
tujuan kemerdekaan Indonesia yang dibentuk melalui suatu pemerintahan negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Kedalaman keheningan khusuk Ramadhan
dalam peringatan enam puluh lima tahun Indonesia merdeka kali ini, kita pantas
merenungi makna kemenangan menurut Muhammad
Natsir bahwa, “Kemenangan perjuangan pada hakikatnya
tidak semata-mata karena tempat yang diduduki cukup banyak, atau kekuasaan ada
di tangan. Tetapi hakikat kemenagan ialah apabila semua itu dipergunakan untuk
menolong dhu’afa –dari nasibnya yang malang. Keluh mereka dapat terbujuk, air
mata disapu dari muka, tangan yang menadah mengadukan nasib kepada Tuhan
disambut dengan bimbingan: bila semua ini berganti dengan wajah baru sampai si
lemah terlepas dari penderitaannya, di sinilah baru kita merasakan kemengan
baru kita peroleh.”
Enam puluh lima tahun Indonesia merdeka, setiap kita, warga bangsa
Indonesia, negara dan pemerintah Republik Indonesia memiliki tanggung jawab
bersama: Membangun Kebudayaan (Jati Diri) Bangsa Indonesia (MKBI), Membangun
Kedaulatan Bangsa Indonesia (MKBI) dan Membangun Kesejahteraan Bangsa Indonesia
(MKBI), atau mewujudkan ”Tiga Kewajiban Kekuasaan Tertinggi” (TRI DARMA
WISESA). Ini sesungguhnya makna kemerdekaan sebenarnya, sebagai kecintaan
terhadap bangsa Indonesia, ”Cinta Indonesia”.
Bagaimana menurut sahabat tentang makna dari kemerdekaan yang sesungguhnya, berikan komentar anda dikolom komentar dibawah artikel ini.
By : Adimas Pircoco
0 komentar:
Post a Comment
Tinggalkan komentar anda disini ..... !