Sahabat Adimas Pircoco. Ternyata, kebiasaan tak normal untuk mencapai kenikmatan
seks dengan mengintip atau memegang benda mati bukan cuma mitos, lho!
Pedophilia
Belakangan ini, tayangan berita kriminal banyak melaporkan
kasus pedofilia yang membuat ngeri.
Pasalnya, para pelaku ini bisa saja orang dekat, pengajar, hingga pemuka agama.
Pedofilia adalah ketertarikan seksual
terhadap anak-anak yang belum memasuki masa pubertas. Biasanya, anak-anak yang
dikategorikan menjadi korban berusia 13 tahun ke bawah.
Umumnya, pelaku pedofilia
adalah laki-laki yang menyasar target korban anak laki-laki maupun
perempuan. Pelaku juga kerap menggunakan kekerasan dan ancaman fisik bila Sang
Anak mengungkapkan perbuatannya.
Voyeurism
Pelaku voyeurism
mencapai klimaks dengan mengintip lawan jenis yang tak berbusana, mandi,
atau melakukan aktivitas seksual bersama orang lain. Risiko tertangkap basah
pun malah membuat ia lebih bergairah. Nah, karena voyeurism banyak terjadi pada pria, pelakunya pun
dijuluki “Peeping Toms ”.
Kegiatan ini terbilang menyimpang bila pelaku menjadi
kecanduan dan selalu mengupayakan diri untuk dapat mengintip serta menyaksikan
aktivitas pribadi orang lain. Tanda lain yang mengindikasikan penyimpangan
adalah ia melakukan masturbasi sambil mengintip.
Meski demikian, banyak yang menolak voyeurism dikategorikan penyimpangan karena dianggap
tak berbeda dengan menonton adegan ranjang di televisi. Padahal, tentu saja
kasusnya berbeda bila melibatkan korban yang tak tahu-menahu bahwa aktivitas
pribadinya sedang ditonton orang lain.
Frotteurism
Perilaku seks menyimpang ini banyak terjadi di tempat umum
yang padat namun memudahkan pelaku untuk kabur. Contohnya, stasiun, lift ,
halte bus, atau di angkutan umum. Pelaku frotteurism biasanya diam-diam menyentuhkan atau menggosokkan
alat kelaminnya kepada seseorang yang tak dikenal hingga ia mencapai
kenikmatan. Pelaku rupanya berfantasi bahwa ia sedang berhubungan eksklusif
atau memiliki hubungan nyata dengan korbannya. Namun ketika Si Korban atau
orang lain menyadari perilakunya, ia akan segera kabur.
Fetishism
Wajar saja bila lingerie
mampu meningkatkan gairah pria. Tapi, hal ini menjadi tak wajar ketika
pria lebih tertarik atau lebih bergairah terhadap lingerie tersebut dibandingkan kepada pasangannya.
Inilah fetishism atau seseorang yang
membutuhkan barang tertentu untuk memicu gairahnya. Bahkan yang terparah, bila
barang tersebut tidak dikenakan pasangan, ia dapat mencapai kepuasan.
Macam-macam fetishism
yang umumnya ditemukan bisa berupa sepatu hak tinggi atau pakaian dalam.
Atau, anggota tubuh seperti betis, bahu, dan payudara. Akan tetapi, rupa-rupa
fetishism juga bisa lebih ekstrem.
Misalnya, menggunakan pakaian lawan jenis, mengenakandiapers , hingga meminta
pasangan berdandan ala bayi atau mayat.
Latar belakang perilaku seks menyimpang ini belum diketahui,
namun beberapa ahli memprediksi fetishism
atas barang tertentu ini disebabkan kebiasaan fantasi ketika kecil atau
remaja, yang membuat benda tersebut otomatis terasosiasi dengan seks.
Pengaruh Psikoseksual
Selain penyimpangan seksual yang mengarah terhadap cara
seseorang mencapai kepuasan seksual, ada pula penyimpangan yang bersifat
psikoseksual. Artinya, seseorang cenderung memiliki ketertarikan secara
perasaan maupun seksual pada sosok yang terpaut usia sangat berbeda.
Oedipus Complex
Bapak Psikologi, Sigmund Freud, mengemukakan konsep Oedipus
complex sebagai kecenderungan anak laki-laki yang tertarik dan memiliki kasih
sayang yang mendalam pada sosok ibu. Namun seiring perkembangannya, Oedipus
complex didefinisikan sebagai ketertarikan seorang pria kepada perempuan seusia
Sang Ibu.
Electra Complex
Kebalikan dari Oedipus complex adalah Electra complex.
Penyimpangan ini terjadi pada anak perempuan yang memiliki perasaan begitu
mendalam terhadap Sang Ayah hingga ia kerap merasa cemburu kepada ibunya. Di
kemudian hari, perempuan tersebut memiliki potensi untuk menyukai pria yang
mirip ayahnya.
Lolita Complex
Sebaliknya, Lolita complex adalah ketertarikan yang dimiliki
pria berusia dewasa terhadap remaja perempuan. Di Jepang, sindrom ini dinamai
Lolicon, yaitu ketertarikan pria dewasa terhadap gambar, komik, atau sosok
terkenal yang memiliki gaya lucu dan menggemaskan, khas remaja.
0 komentar:
Post a Comment
Tinggalkan komentar anda disini ..... !