Sahabat sahabat Adimas Pircoco sekalian, pada kesempatan ini saya ceritakan sebuah cerita tentang sufi yang mudah mudahan bisa memberi manfaat dan tuntunan kepada kita, serta memperdalam pengeyahuan kita terhadap apa itu yang dinamakan sufi.
Tidak
jelas siapa Hasan di dalam cerita ini, jika dia adalah Hasan dari Basrah, maka
dia adalah Hasan al-Bashri, seorang guru sufi besar yang sangat dikenal para
sufi. Terlepas dari siapa tokoh dalam cerita ini, mari kita berusaha untuk
mendalami esensi dan mencoba mencari hikmah apa yang tersembunyi di dalam
cerita ini. Sangat menarik ketika menyimak bagaimana seorang sufi bertemu
dengan seorang pencuri. Jika saya bertemu seorang pencuri sudah pasti saya akan
melaporkan ke pihak yang berwajib…hahaha, tetapi mungkin karena Hasan memiliki
kepekaan spiritual sehingga dia bisa ‘melihat’ keadaan dari sisi yang berbeda.
Selamat membaca dan semoga bermanfaat.
Tatkala
seorang guru sufi besar Hasan, mendekati akhir masa hidupnya, seseorang
bertanya kepadanya, “Hasan, siapakah gurumu?”
Dia menjawab, “Aku memiliki ribuan
guru. Menyebut nama mereka satu-persatu akan memakan waktu berbulan-bulan,
bertahun-tahun dan sudah tidak ada waktu lagi untuk menjelaskannya. Tetapi ada
tiga orang guru yang akan aku ceritakan kepadamu.
Pertama adalah seorang pencuri. Suatu
saat aku tersesat di gurun pasir, dan ketika aku tiba di suatu desa, karena
larut malam maka semua tempat telah tutup. Tetapi akhirnya aku menemukan
seorang pemuda yang sedang melubangi dinding pada sebuah rumah. Aku bertanya
kepadanya dimana aku bisa menginap dan dia berkata “Adalah sulit untuk
mencarinya pada larut malam seperti ini, tetapi engkau bisa menginap bersamaku,
jika engkau bisa menginap bersama seorang pencuri.”
Sungguh menakjubkan pemuda ini. Aku
menetap bersamanya selama satu bulan! Dan setiap malam ia akan berkata
kepadaku, “Sekarang aku akan pergi bekerja. Engkau beristirahatlah dan berdoa.”
Ketika dia telah kembali aku bertanya “apakah engkau mendapatkan sesuatu?” dia
menjawab, “Tidak malam ini. Tetapi besok aku akan mencobanya kembali, jika
Tuhan berkehendak.” Dia tidak pernah patah semangat, dia selalu bahagia.
Ketika aku berkhalwat (mengasingkan
diri) selama bertahun-tahun dan di akhir waktu tidak terjadi apapun, begitu
banyak masa dimana aku begitu putus asa, begitu patah semangat, hingga akhirnya
aku berniat untuk menghentikan semua omong kosong ini. Dan tiba-tiba aku
teringat akan si pencuri yang selalu berkata pada malam hari. “Jika Tuhan
berkehendak, besok akan terjadi.”
Guruku yang kedua adalah seekor
anjing. Tatkala aku pergi ke sungai karena haus, seekor anjing mendekatiku dan
ia juga kehausan. Pada saat ia melihat ke airnya dan ia melihat ada ajing
lainnya disana “bayangannya sendiri”, dan ia pun ketakutan. Anjing itu kemudian
menggonggong dan berlari menjauh. Tetapi karena begitu haus ia kembali lagi.
Akhirnya, terlepas dari rasa takutnya, ia langsung melompat ke airnya, dan
hilanglah bayangannya. Dan pada saat itulah aku menyadari sebuah pesan datang
dari Tuhan: ketakutanmu hanyalah bayangan, ceburkan dirimu ke dalamnya dan
bayangan rasa takutmu akan hilang.
Guruku yang ketiga adalah seorang anak
kecil. Tatkala aku memasuki sebuah kota dan aku melihat seorang anak kecil
membawa sebatang liling yang menyala. Dia sedang menuju mesjid untuk meletakkan
lilinnya disana.
“Sekedar bercanda”, kataku kepadanya,
“Apakah engkau sendiri yang menyalakan lilinnya?” Dia menjawab, “Ya tuan.”
Kemudian aku bertanya kembali, “Ada suatu waktu dimana lilinnya belum menyala,
lalu ada suatu waktu dimana lilinnya menyala. Bisakah engkau tunjukkan kepadaku
darimana datangnya sumber cahaya pada lilinnya?
Anak kecil itu tertawa, lalu
menghembuskan lilinnya, dan berkata, “Sekarang tuan telah melihat cahayanya
pergi. Kemana ia perginya? Jelaskan kepadaku!”
Egoku remuk, seluruh pengetahuanku
remuk. Pada saat itu aku menyadari kebodohanku sendiri. Sejak saat itu aku
letakkan seluruh ilmu pengetahuanku.
Adalah benar bahwa aku tidak memiliki
guru. Tetapi bukan berarti bahwa aku bukanlah seorang murid, aku menerima semua
kehidupan sebagai guruku. Pembelajaranku sebagai seorang murid jauh lebih besar
dibandingkan dengan dirimu. Aku mempercayai awan-awan, pohon-pohon. Seperti itulah
aku belajar dari kehidupan. Aku tidak memiliki seorang guru karena aku memiliki
jutaan guru yang aku pelajari dari berbagai sumber. Menjadi seorang murid
adalah sebuah keharusan di jalan sufi. Apa maksud dari menjadi seorang murid?
Maksud dari menjadi seorang murid adalah untuk belajar. Bersedia belajar atas
apa yang diajarkan oleh kehidupan. Melalui seorang guru engkau akan memulai
pembelajaranmu.
Sang guru adalah sebuah kolam dimana
engkau bisa belajar bagaimana untuk berenang. Dan tatkala engkau telah mahir
berenang, seluruh Samudera adalah milikmu.
By : Adimas pircoco
0 komentar:
Post a Comment
Tinggalkan komentar anda disini ..... !